Minggu, 29 Mei 2016

Materi Penyuluhan



KIRINYU SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PUPUK ORGANIK
UNTUK MERINGANKAN BIAYA PRODUKSI PETANI
DIDESA TUKUNENO KECAMATAN TASIFETO BARAT  KAB. BELU.



Kirinyu adalah gulma semak berkayu, berbatang bulat tegak dengan ketinggian 2-3 m, tanpa duri dan bercabang banyak. Daunnya bercabang banyak, berhadapan, bentuk daun segitiga hingga bulat telur dengan ujung lancip, tepinya bergerigi, permukaan daun berbintik halus, panjang daun dewasa berkisar 6-16 cm dan lebar 3-17 cm.  Kirinyu adalah tumbuhan asli daerah tropis benua Amerika. Tumbuhan ini mampu tumbuh dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan kering sekalipun, hidup pada daerah terbuka, berkembang biak dengan cepat serta penyebarannya cepat meliputi daerah yang luas dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah yang miskin hara maupun yang subur,  jika dipangkas, maka 3 (tiga) bulan kemudian akan tumbuh kembali bahkan dapat menghasilkan 4 ton/ha. Tingkat penutupan lahan kering terbuka biasanya dalam bentuk kolonisasi membentuk hamparan yang luasnya beragam. Kemampuan ini disebabkan karena tumbuhan ini menghasilkan organ reproduktif  biji fertil dalam jumlah yang besar dan ukurannya kecil, sehingga mudah terdispersi oleh angin.
Beberapa kelemahan dari tanaman ini yang sangat merugikan adalah : (1) dapat mengurangi kapasitas tampung padang penggembalaan, (2) daun kirinyu mengandung bahan racun sehingga dapat menyebabkan keracunan, bahkan mungkin sekali kematian ternak, (3) menimbulkan persaingan dengan rumput pakan, sehingga mengurangi produktivitas padang rumput, dan (4) Batang kirinyu sangat mudah kering bila tanaman sudah mati sehingga  dapat menimbulkan bahaya kebakaran terutama pada musim kemarau. Selain itu, gulma ini tanaman yang sangat rimbun, sehingga juga diketahui dapat menjadi tempat persembunyian bagi serangga yang merugikan, antara lain dari ordo Hemiptera dan Diptera. Gulma Kirinyu sangat banyak dijumpai di desa Tukuneno , tumbuh secara meluas
Biomassa kirinyu mempunyai kandungan hara yang cukup tinggi yakni  N 2.65 %, P 0.53 %, dan K 1.9 % , ini berarti 1000 kg kirinyu  mengandung unsur N sebanyak 26.5 Kg atau setara dengan 58,9 Kg Urea , unsur P sebanyak 5.3 Kg atau setara dengan 14.7 Kg SP36 dan unsur K sebanyak  19 Kg atau setara dengan 31.67 KCl. Unsur hara dalam jaringan tanaman ini mempunyai sifat sukar melapuk sehingga dapat dijadikan salah satu bahan dasar pupuk organik  dalam meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan aktivitas mikroba tanah, dan meningkatkan kualitas serta kuantitas hasil panen.
Didesa Tukuneno Kecamatan Tasifeto Barat sangat banyak ditemui tanaman kirinyu ini bahkan hampir semua lahan, ditepi tepi jalan hingga sampai kelahan yang telah ditentukan sebagai padang penggembalaan, disisi lain lahan sawah tadah hujan khususnya  bagian yang baru dibuka atau yang baru dicetak sebagai sawah mempunyai tanah yang liat. Ciri tanah liat umumnya miskin akan unsur hara. Untuk meningkatkan persediaan unsur hara di lahan salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan unsur-unsur hara. Penambahan unsur-unsur hara sebaiknya digunakan bahan – bahan alami, selain ramah lingkungan bahan-bahan organik ini telah tersedia banyak disekitarnya.
Masalah yang dihadapi oleh masyarakat khususnya petani Kabupaten Belu termasuk petani desa Tukuneno didalam memperoleh pupuk anorganik antaralain adalah selain keadaan permodalan petani yang minim, kelangkaan untuk mendapatkan pupuk anorganik sering terjadi, dan ketersediaan pupuk dipengecer tidak tepat waktu, serta pupuk tunggal KCl susah didapat dan yang tersedia adalah pupuk majemuk NPK  . Keadaan ini menyebabkan kebingungan pada petani,  yang berdampak turunnya produktivitas tanaman. Dengan mengkonversikan sumbangan unsur hara yang terkandung pada biomassa kirinyu ke urea, SP36 dan KCL dapatlah diperkirakan harga bahan kirinyu. Seperti uraian diatas 1000 Kg kirinyu mengandung unsur N sebanyak 26.5 Kg atau setara dengan 58,9 Kg Urea , unsur P sebanyak 5.3 Kg atau setara dengan 14.7 Kg SP36 dan unsur K sebanyak  19 Kg atau setara dengan 31.67 KCl, bila dirupiahkan  dengan harga urea Rp. 1.800,- perkg, harga SP36 Rp 2.000,- perkg dan harga KCl Rp. 2.800,- perkg. Ini berarti setara dengan 58,9 Kg urea x Rp 1.800 = Rp 106.020,- , 14,7 kg SP36 x Rp 2000,- = Rp 29.400,- dan  31,67 kg KCl x Rp 2.800 = Rp 88.676,-. Jadi total sumbangan rupiah dari 1000 kg bahan biomassa kirinyu adalah Rp 106.020,- + Rp 29.400,- + Rp 88.676,- = Rp. 224.096,-.
Bahan organik sebagai bahan pembuatan pupuk organik yang tersedia banyak didesa yang adalah kirinyu ( Ai Sukar/bhs tetun). Tanaman kirinyu ini sangat berpotensi dipakai sebagai pengganti pupuk anorganik, karena mudah didapat, kandungan biomassa lumayan tinggi,  ramah lingkungan juga mengurangi biaya produksi. Pemberian pupuk organik dan anorganik dalam bentuk dan jumlah yang sesuai, sangat penting untuk keberlanjutan pemanfaatan lahan secara intensif. Jika 1 Ha jagung yang mau ditanam direkomendasikan pemupukan dengan pupuk tunggal dengan takaran 200 Kg Urea, 100 Kg SP36 dan 75 Kg KCl, bahan kirinyu yang disediakan disarankan 2400 Kg karena telah setara dengan 141.kg urea, 35 Kg SP36, dan 76 Kg KCl sehingga pupuk anorganik yang perlu ditambahkan adalah 59 Kg Urea, 65 Kg SP36 saja. Dan bila dirupiahkan sumbangan biomassa kirinyu sekitar 2400/1000 x Rp 224.096,- = Rp 537.830. Bila petani melakukan pemupukan hanya menggunakan pupuk anorganik tanpa biomassa kirinyu petani harus menyiapkan dana untuk 200 kg urea x Rp 1.800,- perkg , 100 kg SP36 x Rp 2.000,- dan 75 Kg KCl x Rp 2.800,- dengan total semua pengeluaran untuk pupuk anorganik adalah Rp 770.000,-. Dengan memperhatikan keunggulan perpaduan antara pupuk organik kirinyu dan pupuk anorganik , petani akan mendapat keringanan biaya produksi, tanaman aman untuk dikomsumsi dan ramah lingkungan serta pembangunan pertanian dapat berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar