KIRINYU SEBAGAI ALTERNATIF
SUMBER PUPUK ORGANIK
UNTUK MERINGANKAN
BIAYA PRODUKSI PETANI
DIDESA TUKUNENO
KECAMATAN TASIFETO BARAT KAB. BELU.
Kirinyu adalah gulma semak berkayu, berbatang bulat
tegak dengan ketinggian 2-3 m, tanpa duri dan bercabang banyak. Daunnya
bercabang banyak, berhadapan, bentuk daun segitiga hingga bulat telur dengan
ujung lancip, tepinya bergerigi, permukaan daun berbintik halus, panjang daun
dewasa berkisar 6-16 cm dan lebar 3-17 cm.
Kirinyu adalah tumbuhan asli daerah tropis benua Amerika. Tumbuhan ini
mampu tumbuh dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan kering sekalipun, hidup
pada daerah terbuka, berkembang biak dengan cepat serta penyebarannya cepat
meliputi daerah yang luas dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah yang
miskin hara maupun yang subur, jika dipangkas, maka 3 (tiga)
bulan kemudian akan tumbuh kembali bahkan dapat menghasilkan 4 ton/ha. Tingkat penutupan lahan kering terbuka biasanya
dalam bentuk kolonisasi membentuk hamparan yang luasnya beragam. Kemampuan ini
disebabkan karena tumbuhan ini menghasilkan organ reproduktif biji fertil dalam jumlah yang besar dan
ukurannya kecil, sehingga mudah terdispersi oleh angin.
Beberapa kelemahan dari tanaman ini yang sangat merugikan adalah : (1) dapat mengurangi
kapasitas tampung padang penggembalaan, (2) daun kirinyu mengandung bahan racun
sehingga dapat menyebabkan keracunan, bahkan mungkin sekali kematian ternak,
(3) menimbulkan persaingan dengan rumput pakan, sehingga mengurangi
produktivitas padang rumput, dan (4) Batang kirinyu sangat mudah kering bila tanaman
sudah mati sehingga dapat menimbulkan
bahaya kebakaran terutama pada musim kemarau. Selain itu, gulma ini tanaman
yang sangat rimbun, sehingga juga diketahui dapat menjadi tempat persembunyian
bagi serangga yang merugikan, antara lain dari ordo Hemiptera dan Diptera. Gulma
Kirinyu sangat banyak dijumpai di desa Tukuneno , tumbuh secara meluas
Biomassa kirinyu mempunyai kandungan hara yang
cukup tinggi yakni N 2.65 %, P 0.53 %,
dan K 1.9 % , ini berarti 1000 kg kirinyu
mengandung unsur N sebanyak 26.5 Kg atau setara dengan 58,9 Kg Urea ,
unsur P sebanyak 5.3 Kg atau setara dengan 14.7 Kg SP36 dan unsur K
sebanyak 19 Kg atau setara dengan 31.67
KCl. Unsur hara dalam jaringan tanaman ini mempunyai sifat sukar melapuk
sehingga dapat dijadikan salah satu bahan dasar pupuk organik dalam meningkatkan kesuburan tanah,
memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan aktivitas mikroba
tanah, dan meningkatkan kualitas serta kuantitas hasil panen.
Didesa Tukuneno Kecamatan Tasifeto Barat sangat
banyak ditemui tanaman kirinyu ini bahkan hampir semua lahan, ditepi tepi jalan
hingga sampai kelahan yang telah ditentukan sebagai padang penggembalaan,
disisi lain lahan sawah tadah hujan khususnya bagian yang baru dibuka atau yang baru dicetak
sebagai sawah mempunyai tanah yang liat. Ciri tanah liat umumnya miskin akan
unsur hara. Untuk meningkatkan persediaan unsur hara di lahan salah satu yang
dapat dilakukan adalah dengan menambahkan unsur-unsur hara. Penambahan
unsur-unsur hara sebaiknya digunakan bahan – bahan alami, selain ramah
lingkungan bahan-bahan organik ini telah tersedia banyak disekitarnya.
Masalah
yang dihadapi oleh masyarakat khususnya petani Kabupaten Belu termasuk petani
desa Tukuneno didalam memperoleh pupuk anorganik antaralain adalah selain
keadaan permodalan petani yang minim, kelangkaan untuk mendapatkan pupuk
anorganik sering terjadi, dan ketersediaan pupuk dipengecer tidak tepat waktu,
serta pupuk tunggal KCl susah didapat dan yang tersedia adalah pupuk majemuk
NPK . Keadaan ini menyebabkan
kebingungan pada petani, yang berdampak
turunnya produktivitas tanaman. Dengan mengkonversikan sumbangan unsur hara
yang terkandung pada biomassa kirinyu ke urea, SP36 dan KCL dapatlah
diperkirakan harga bahan kirinyu. Seperti uraian diatas 1000 Kg kirinyu mengandung
unsur N sebanyak 26.5 Kg atau setara dengan 58,9 Kg Urea , unsur P sebanyak 5.3
Kg atau setara dengan 14.7 Kg SP36 dan unsur K sebanyak 19 Kg atau setara dengan 31.67 KCl, bila
dirupiahkan dengan harga urea Rp.
1.800,- perkg, harga SP36 Rp 2.000,- perkg dan harga KCl Rp. 2.800,- perkg. Ini
berarti setara dengan 58,9 Kg urea x Rp 1.800 = Rp 106.020,- , 14,7 kg SP36 x
Rp 2000,- = Rp 29.400,- dan 31,67 kg KCl
x Rp 2.800 = Rp 88.676,-. Jadi total sumbangan rupiah dari 1000 kg bahan
biomassa kirinyu adalah Rp 106.020,- + Rp 29.400,- + Rp 88.676,- = Rp.
224.096,-.
Bahan
organik sebagai bahan pembuatan pupuk organik yang tersedia banyak didesa yang adalah
kirinyu ( Ai Sukar/bhs tetun). Tanaman kirinyu ini sangat berpotensi dipakai
sebagai pengganti pupuk anorganik, karena mudah didapat, kandungan biomassa
lumayan tinggi, ramah lingkungan juga
mengurangi biaya produksi. Pemberian pupuk organik dan
anorganik dalam bentuk dan jumlah yang sesuai, sangat penting untuk
keberlanjutan pemanfaatan lahan secara intensif. Jika 1 Ha jagung yang mau
ditanam direkomendasikan pemupukan dengan pupuk tunggal dengan takaran 200 Kg
Urea, 100 Kg SP36 dan 75 Kg KCl, bahan kirinyu yang disediakan disarankan 2400
Kg karena telah setara dengan 141.kg urea, 35 Kg SP36, dan 76 Kg KCl sehingga
pupuk anorganik yang perlu ditambahkan adalah 59 Kg Urea, 65 Kg SP36 saja. Dan
bila dirupiahkan sumbangan biomassa kirinyu sekitar 2400/1000 x Rp 224.096,- =
Rp 537.830. Bila petani melakukan pemupukan hanya menggunakan pupuk anorganik tanpa
biomassa kirinyu petani harus menyiapkan dana untuk 200 kg urea x Rp 1.800,-
perkg , 100 kg SP36 x Rp 2.000,- dan 75 Kg KCl x Rp 2.800,- dengan total semua
pengeluaran untuk pupuk anorganik adalah Rp 770.000,-. Dengan memperhatikan
keunggulan perpaduan antara pupuk organik kirinyu dan pupuk anorganik , petani
akan mendapat keringanan biaya produksi, tanaman aman untuk dikomsumsi dan
ramah lingkungan serta pembangunan pertanian dapat berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar