MUTU DAN KEAMANAN PANGAN
Menurut UU No 18 Tahun 2012 Ketahanan Pangan adalah kondisi
terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan. Ini menunjukkan bahwa salah satu ciri yang harus dipenuhi
dalam mencapai ketahanan pangan adalah mutu dan keamanan pangan.
Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria
keamanan dan kandungan gizi yang terdapat dalam pangan seperti karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral, air, serat dan komponen lain yang bermanfaat
bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia, Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun
1996 tentang pangan, menyatakan mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas
dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap
bahan makanan, makanan dan minuman. Dengan demikian mutu pangan tidak hanya
mengenai kandungan gizi, tetapi mencakup keamanan pangan dan kesesuaian dengan
standar perdagangan yang berlaku. Oleh sebab itu
nilai mutu pangan tidak hanya ditentukan
oleh kandungan gizinya, juga manfaat zat
gizi pangan bagi tubuh agar kebutuhan zat gizi untuk semua proses biokimiawi
dan pertahanan tubuh tercukupi serta keberadaan zat lain yang dapat mengganggu penyerapan
zat gizi oleh tubuh. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk
dikonsumsi.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
produk pertanian, perkebunan,kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku
Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan
dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Dengan melihat definisi pangan ini,
pengawasan akan mutu dan keamanan pangan harus sudah dimulai sejak pra panen
dan pasca panen. Pengawasan pada saat
pra panen dapat ditujukan pada bahan baku pangan meliputi sifat genetik tanaman/ hewan, jenis
tanah, cara pembudidayaan, dan cara panen sedangkan pengawasan selama pasca
panen dapat ditujukan pada perlakuan
pasca panen seperti penanganan, pengangkutan, pengolahan, pengepakan, kondisi
lingkungan, hygiene dan sanitasi. Penggunaan
pestisida yang berlebihan dan tidak sesuai anjuran selama proses pembudidayaan
tanaman maupun ternak secara tidak langsung dapat berakibat buruk kepada
keamanan pangan terutama pada pangan
yang dikomsumsi dalam bentuk segar. Penggunaan
bahan baku pangan yang rusak dan busuk dalam penyediaan bahan pangan olahan akan
memberikan resiko bahaya untuk kesehatan manusia teristimewa resiko bahaya yang
disebabkan mikrobia.
Kriteria pangan yang tingkat penerimaan sesuai selera
konsumen dapat ditunjukkan dengan karakteristik pangan itu sendiri seperti
penampakan fisik ( warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik) dan faktor
kinestetika ( tekstur, viskositas/kekentalan, konsistensi dan perasaan di
mulut) serta faktor flavor yaitu kombinasi rasa dan bau). Pembentukan, peningkatan
dan penurunan kriteria pangan ini dapat terjadi selama proses pengolahan atau
dengan pemberian bahan tambahan makanan. Contoh proses pembentukan mutu pangan atau
nilai mutu pangan adalah pemasakan beras menjadi nasi, pemberian bahan tambahan
makanan seperti boraks kepada kerupuk dapat mempengaruhi faktor kinestika
perasaan dimulut renyah. Dan proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat
menurunkan nilai mutu pangan teristimewa jenis gizi yang tidak tahan panas
seperti vitamin.
Ada berberapa hal yang dapat dilakukan terhadap peningkatan
nilai mutu pangan antara lain adalah
:
1.
Fortifikasi
Fortisifikasi pangan
adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) pada taraf yang lebih
tinggi daripada yang ditemukan pada pangan asal/awal. Tujuan utama adalah untuk
meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan
status gizi populasi dengan tujuan pencegahan defisiensi dengan demikian
menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian
sosio ekonomis dan juga fortifikasi pangan digunakan untuk menghapus dan
mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.
2. Enrichment (pengkayaan) adalah penambahan satu atau lebih zat gizi pada
pangan asal pada taraf yang ditetapkan dalam standar internasional.
3. Restoration adalah
penggantian zat gizi yang hilang selama proses pengolahan,
4. Nutrification adalah membuat campuran makanan atau pangan
lebih bergizi.
5. Suplementasi adalah menambah konsumsi pangan sehari-hari yang
kurang akibat oleh berbagai hal seperti
kurangnya pengertian, lemahnya ekonomi, dan sebagainya Penanganan defisiensi
zat besi melalui suplementasi tablet besi merupakan cara yang paling efektif
untuk meningkatkan kadar zat besi dalam jangka pendek. Suplementasi biasanya
ditujukan pada golongan yang rawan mengalami defisiensi besi seperti ibu hamil
dan ibu menyusui.
Pemberian Bahan Tambahan
Pangan (BTP) dengan harapan produsen untuk membentuk karakteristik tertentu
sebagai penambah daya tarik pembeli atau konsumen yang tidak sesuai dapat memberikan dampak negatif kepada konsumen,
namun sering konsumen salah mengartikan dalam penampilan produk-produk
tersebut, dan yang lebih tidak baik lagi apabila konsumen/pembeli tidak pernah
mempertimbangkan keamanan pangan didalam pembelian makanan. Bahan tambahan pangan yang banyak disalah
gunakan oleh produsen khususnya pada industri rumah tangga seperti industri
makanan jajanan adalah bahan pewarna, pengawet, penjendal dll. Dampak negatif dari bahan tambahan ini
biasanya tidak langsung dirasakan oleh konsumen.
Pertimbangan sanitasi
kebersihan lingkungan, hygiene peralatan juga perlu mendapat perhatian yang
lebih baik termasuk air sebagai bahan pengolah karena hal-hal ini dapat menjadi
pemicu ketidak amanan pangan yang diakibatkan mikrobia. Banyak
kejadian-kejadian luar biasa yang menelan korban akibat menkomsumsi pangan dari
industri rumah tangga karena kontaminasi mikrobia. Kontaminasi mikrobia bisa
terjadi mulai pemilihan bahan dasar, proses pengangkutan bahan dasar sampai ke
tempat industri, selama proses pengolahan, pengemasan, pengepakan, pengangkutan
ke konsumen, lingkungan penyimpanan dan
lain sebagainya. Dan pemilihan bahan pembungkus/pengemas khususnya pangan
industri rumah tangga yang langsung dikomsumsi juga harus menjadi perhatian
seperti membungkus bakso panas dalam plastik pembungkus/ wadah yang terbuat
dari plastik, atau dengan sterefom.
Pangan adalah kebutuhan
dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia oleh sebab itu jaminan
keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen. Pangan dengan penampilan menarik,
tinggi nilai gizinya dan nikmat rasanya tetapi apabila tidak aman untuk
dikomsumsi sesungguhnya pangan itu tidak bernilai, tidak mempunyai arti apa-apa dan hanya pantas dibuang. Peningkatan keamanan pangan dapat dilakukan
melalui kerja sama yang baik antara produsen, pemerintah dan konsumen. Produsen harus selalu memiliki itikad yang
baik untuk selalu menyediakan pangan yang diproduksi dengan keadaan aman
dikonsumsi, dengan memperhatikan bahan dasar, proses pengolahan, pengemasan dan
lingkungannya serta tidak semata-mata mencari keuntungan saja. Produsen juga
bertanggungjawab akan kesehatan konsumen didalam mengkomsumsi pangan yang
dihasilkan produsen.
Pemerintah membuat regulasi
tentang ketentuan yang harus ditaati setiap pemilik industri rumah tangga , melakukan pengawasan atau pemantauan secara ketat dan secara
periodik serta mensosialisasikan peraturan yang berkaitan dengan mutu dan
keamanan pangan secara sederhana, sedang konsumen harus berusaha memiliki pengetahuan tentang
mutu dan keamanan pangan sehingga konsumen dapat membedakan jenis pangan yang
bermutu tetapi tetap aman di komsumsi. Peningkatan kemampuan konsumen didalam
memilih pangan yang aman dapat dilakukan melalui sosialisasi – sosialisasi dan
advokasi kepada konsumen khususnya para ibu rumah tangga.